Rabu, 24 Oktober 2018

galau dan produktivitas

Galau menurut wikibahasa memiliki dua arti. Pertama, adalah sebuah perasaan yang mengungkapkan rasa bingung. Seperti dihadapkan dengan 2 pilihan.
Kedua, galau bisa juga diartikan sebagai ungkapan rasa dimana harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi atau didapatkan. Seperti, putus cinta atau kasih yang tak sampai. 
Baik yang pertama maupun yang kedua, galau sama-sama menyoal rasa. Sama-sama gamang dan semacam tidak tahu arah tujuan.
Lalu apa hubungannya dengan produktivitas?
Kegalauan mempengaruhi produktivitas. Iya. Sangat berpengaruh.
Orang galau, terutama dalam arti kedua, biasanya memiliki perasaan yang mendadak sangat peka. Atau dalam bahasa sekarang, baper. Dengar lagu, langsung konek dengan apa yang dirasakan. Dengar cerita, biasanya dihubung-hubungkan. Membaca update-an seseorang, bisa langsung dijadikan bahan perbandingan dengan diri sendiri.
Akibatnya? Orang tersebut disibukkan oleh rasa, oleh hati. Lalu apa-apa yang harus dikerjakan pun terbengkalai. Atau jika tetap dikerjakan pun, hasilnya biasanya kurang optimal.
Akhirnya produktivitas menurun. Kualitas hidup juga ikut turun. Bahkan hubungan dengan orang lain bisa ikut terpengaruh karena performa yang ikut memburuk.
Berbanding terbalik jika galau dihubungkan dengan produktivitas menulis. Semakin galau, tulisan yang dihasilkan biasanya akan semakin banyak. Semakin bagus. Dan semakin kaya. Baik kaya rasa, kaya rupa dan kaya empati.
Setidaknya itu yang saya rasakan di masa galau. Banyak menghasilkan tulisan yang benar dari hati. Serta memiliki bentuk tulisan yang bagus.
Lalu sekarang, apakah saya sudah tidak merasakan galau lagi?
Hmm... jika pilihan antara mencuci baju anak atau baju saya dan suami hari ini? Mau masak apa hari ini? Anak tidur, mending ikut tidur atau berbenah ya? Buka socmed enaknya fb atau ig dulu? Dan semacam itu termasuk kegalauan, maka saya galau setiap hari.
Bekasi, 24 oktober