Selasa, 25 September 2018

secawan kopi panas



secawan kopi panas tergeletak
di ujung meja. tangan-tangan dingin memeluk 
tanpa peduli tubuhku
yang menggigil ditingkahinya.

satu luka tersayat. beberapa lebam membiru.
mereka sisa kejadian terdahulu
yang belum pulih benar.
apalagi sisa yang terada di dalam rasa.

namun nampaknya ia belum selesai. tubuhku
kaku. antara menahan sakit dan amarah
yang kian bergemuruh di dada.
tak menentu.

satu pukulan kembali melayang.
dilanjut serapah yang entah ia pungut dari mana.
aku masih tak melawan.
aku sibuk mengumpulkan keberanian.

hentakan berikutnya. tubuhku limbung.
cacian makian yang menerus lalu
berubah menjadi teriak kesakitan
seiring tubrukan yang kulakukan.

kanak-kanak aman. tadi tak lupa kukunci pintu
dari luar hingga mereka tak perlu menyaksikan.
tak bisa juga mengintip. tapi mereka pasti menebak.
kami terlalu riuh.


secawan kopi panas tergeletak di ujung meja
mendingin. calon peminumnya bersimbah darah
ditusuk pisau dapur yang sudah
sepekan ini ku asah.


bekasi, 25 september 2018
-dyas

Kamis, 20 September 2018

[ff] cinderella

'mana sepatumu yang sebelah lagi?' tanya aldo, kasar.
aku menggeleng kencang sambil berteriak 'bukan punyaku!'.
'tapi ini pas di kaki mu' timpal kroni-kroni nya.
'sudah, mengaku saja!' lanjut mereka kemudian tertawa.


entah ide dari mana si preman ini memulai sayembara cinderella. katanya dia suka mendengar gelak tawa gadis yang dia ajak dansa semalam. jadi bersama kroni-kroni nya, dia mencuri sebelah sepatu si gadis. kemudian hari ini mereka menjelajah untuk mencari pemilik sepatu.


aku si kutu buku. si anak penurut yang tak pernah terlambat pulang. semalam pun ijin hanya diberi hingga jam 22. jauh di bawah jam cinderella.


sialnya, memang sepatuku yang sedang mereka bawa-bawa.


huft.
inilah akibat mengiyakan ajakan dansa orang yang salah saat prom semalam.


bekasi, 20 september 2018

Rabu, 19 September 2018

ff : begal

aku berlari sekencang aku bisa. tanpa menoleh. ada yang berlari mengejarku. nafasku tersengal.
aku memilih bersembunyi sambil beristirahat. jantungku berdegup kencang.
aku bersembunyi dengan baik. orang itu mondar mandir mencari lalu mengucap umpatan untukku sebelum akhirnya memilih berlalu.
aku melanjutkan perjalanan dengan makanan yang kubawa untuk anak-anakku. tetap waspada namun fokus.
ah, aku lupa. seharusnya aku tidak melewati tempat ini. pasti mereka ada di sana.
benar saja, empat ekor kucing langsung menerkamku. mengincar ikan besar di mulutku.
aku terpelanting. dua kembali menyerangku membabi buta. dua lagi berlari membawa ikan yang susah payah kucuri.
dua kaki depanku luka. ekorku juga.
maafkan ibu, nak. belum ada ikan untuk kita hari ini.
bekasi, 20 september 2018

Selasa, 18 September 2018

bahasa kasih

cara termudah mencintai adalah dengan kita merasa dicintainya
sudah menikah berapa lama, mak?
alhamdulillaah saya akan enam tahun. masih seumur jagung, kata orang tua saya (ya iyalaaaahhh). masih banyak yang harus disesuaikan dan menyesuaikan.
pernah merasa tidak disayang suami?
pernaaahh ahaha
apalagi ketika saya tanya 'akak sayang gak si ama ade?'. dan jawaban suami selalu 'enggak'. udah, titik. ga ada apa-apa lagi.
awal-awal ya saya manyun lah digituin.
terus hari-hari yang kita lalui bersama selama ini kamu anggap apa, mas???
#zoominzoomout
kalau sekarang? saya bisa menimpali:
'enggak salah lagi'
'enggak sedikit, tapi banyaaakk banget'
'enggak ada yang lain selain ade'
'enggak akan habis rasa sayang akak ke ade'
(kemudian dilempar sepatu)
maka suami akan tergelak.
entah kenapa, saya lebih sering ngegombalin suami meski sering dibalas: 'apa, si?' sambil suami senyum-senyum uyelable #EH!
tapi seiring berjalannya waktu, saya tahu bahwa masing-masing kita memilki cara untuk menyayangi, membahasakan perasaan yang dimiliki. pun perasaan disayangi.
ketika saya sibuk bertanya-semacam butuh banget pengakuan- maka suami akan lebih damai membahasakannya.
bangun lebih awal, menyiapkan bekal, anak-anak yang makan makanan hasil masakan saya, anak-anak ditemani membaca buku dan bermain.
itu yang lebih membahagiakannya.
terbukti ketika saya pengen nyetok seblok demi menjaga kewarasan (iyaa, jajan seblok doang saya bahagiaaa), suami mengiyakan.
saya mengingatkan suami akan kebutuhan anak-anak, jarang ada penolakan.
saya membahas mengenai hal remeh, suami menanggapi.
saya mengajak diskusi tentang masa depan, suami bersemangat sekali.
saya minta jalan-jalan keliling eropa, suami megang dahi saya buat cek suhu.
aduh, jadi curhat rumah tangga giniii...
ahaha gapapa ya sesekali.
semua karena kulwapnya diskusi emak kekinian, nih.
bekasi, 18 september
procrastinator does exist!!

koentji nya adalaaahh

komunikasi adalah koentji.
ya, itu yang selalu abah saya katakan sejak kakak saya akan menikah.
'syarat abah ga banyak. yang penting orangnya sayang sama kamu.'
demikian tanggapan abah mengenai calon suami. sudah. tidak ada kriteria lain-lainnya.
beberapa hari yang lalu saya baru saja mengikuti diskusi grup whatssapp tentang komunikasi suami istri. ternyata hanya dari komunikasi saja bisa mempengaruhi banyak hal.
ada yang merasa baik-baik saja karena selama ini adem ayem, lempenglah. ada juga yang suami merasa baik-baik saja tapi istri tidak merasakan hal yang sama. ada juga yang keduanya tahu bahwa sedang tidak baik-baik saja tapi tidak tahu juga ketidakbaik-baikannya ada di mana.
nah, disinilah pentingnya komunikasi. baik mengenai apa yang disampaikan, cara penyampaian dan waktu yang tepat.
kalau misal masih terasa sulit, ada saja ketidaksesuaian, bisa jadi ada faktor-faktor yang lainnya. jangan menyerah, teruslah trial error. agar makin lihai berkomunikasi dengan pasangan sehidup sesurga, insyaAllah.
saya jadi ingat alasan saya meng-iyakan pinangan suami saat itu.
karena saya nyaman berkomunikasi dengan dia dalam kondisi dan cara apapun.
ya,
pilihlah pasangan yang kamu nyaman berkomunikasi dengannya dalam kondisi dan cara apapun, sebab dengan dialah kamu akan terus dan harus berkomunikasi hingga tutup usia.
bekasi, 18 september
-dyas

Jumat, 07 September 2018

tentang penampilan

'kamu niat banget, ya yas buat memperbaiki keturunan.'
ya, itulah respon yang pertama saya dapat ketika mengabarkan tanggal pernikahan dan memperlihatkan foto calon suami kepada seorang sahabat. saya tergelak sambil menoyor kepalanya.
dia laki-laki. teman berseragam abu-abu. lebih tua dua tahun dibanding saya.
body shaming
ya, tanpa disadari, kalimat yang diucap sahabat itu termasuk body shaming.
dan tanpa disadari lagi, mungkin kita (atau saya saja) pun sering melakukannya. meski hanya dalam hati.
bersyukur masih masuk dalam barisan yang mampu menjaga lisan alih-alih mengeluarkan first-impression yang biasanya gak jauh-jauh dari tampilan fisik.
ada penulis yang sudah menghasilkan banyak buku, bahkan difilmkan. namun dibanding mengapresiasi karya beliau, beberapa orang memilih mengomentari fisiknya. bahkan dengan kalimat yang tidak sopan.
ada seorang ibu rumah tangga yang sangat suka memasak. menghasilkan tiga buku resep yang best seller. anak-anak yang sehat dan membanggakan beliau. bertubuh gemuk. lalu seseorang men-dm beliau hanya untuk bilang 'kalau saya malu punya anak gemuk kayak anak ibu'.
ada seorang teman yang harus melahirkan premature, qadarullaah bayinya meninggal. saat datang ke reunian, ada yang bilang 'eh, kok kamu gendut banget sekarang'.
ada mahasiswa di jamannya yang memiliki ide briliant. namun dia tidak berani untuk mempresentasikannya sehingga meminta teman lain untuk melakukannya. saat ditanya alasannya? 'dia lebih ganteng dibanding gue'.
ada juga seorang ibu rumah tangga yang selalu berusaha memasak untuk kebutuhan gizi anaknya. namun si anak memilih makan nasi doang atau kentang doang. lalu tetangga berkomentar 'eh, kok kakak adik kurus-kurus, si. pada ga dikasih makan, apa?'
(ha ha ha... kemudian saya nyempilin curhatan)
sungguh, kalimat-kalimat itu gak hanya menyakitkan. tapi mampu masuk ke pikiran dan menghasilkan pandangan yang sama dari diri sendiri.
seburuk apa pengaruhnya?
bukankah angka bunuh diri karena hal ini bisa menjadi jawabannya?
ayolah, masih banyak hal yang bisa kita bahas bersama orang lain selain tentang fisik.
body shaming bukan budaya, jangan sampai jadi budaya. meski beberapa belum mampu menahan lisan untuk tidak mengomentari fisik orang yang ditemuinya. tapi bukan berarti kita tidak bisa kan?
'when you judge a woman by her appearance, it doesn't define her self, it defines you.' -steve maraboli