secawan kopi panas tergeletak
di ujung meja. tangan-tangan dingin memeluk
di ujung meja. tangan-tangan dingin memeluk
tanpa peduli tubuhku
yang menggigil ditingkahinya.
yang menggigil ditingkahinya.
satu luka tersayat. beberapa lebam membiru.
mereka sisa kejadian terdahulu
yang belum pulih benar.
apalagi sisa yang terada di dalam rasa.
mereka sisa kejadian terdahulu
yang belum pulih benar.
apalagi sisa yang terada di dalam rasa.
namun nampaknya ia belum selesai. tubuhku
kaku. antara menahan sakit dan amarah
yang kian bergemuruh di dada.
tak menentu.
kaku. antara menahan sakit dan amarah
yang kian bergemuruh di dada.
tak menentu.
satu pukulan kembali melayang.
dilanjut serapah yang entah ia pungut dari mana.
aku masih tak melawan.
aku sibuk mengumpulkan keberanian.
dilanjut serapah yang entah ia pungut dari mana.
aku masih tak melawan.
aku sibuk mengumpulkan keberanian.
hentakan berikutnya. tubuhku limbung.
cacian makian yang menerus lalu
berubah menjadi teriak kesakitan
seiring tubrukan yang kulakukan.
cacian makian yang menerus lalu
berubah menjadi teriak kesakitan
seiring tubrukan yang kulakukan.
kanak-kanak aman. tadi tak lupa kukunci pintu
dari luar hingga mereka tak perlu menyaksikan.
tak bisa juga mengintip. tapi mereka pasti menebak.
kami terlalu riuh.
dari luar hingga mereka tak perlu menyaksikan.
tak bisa juga mengintip. tapi mereka pasti menebak.
kami terlalu riuh.
secawan kopi panas tergeletak di ujung meja
mendingin. calon peminumnya bersimbah darah
ditusuk pisau dapur yang sudah
sepekan ini ku asah.
mendingin. calon peminumnya bersimbah darah
ditusuk pisau dapur yang sudah
sepekan ini ku asah.
bekasi, 25 september 2018
-dyas
-dyas